DESA MANIKYANG
Profil Desa Manikyang
Pemerintahan.
Desa Manikyang berada dalam lingkup Kecamatan Selemadeg, merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) desa yang ada di wilayah Kecamatan Selemadeg. Desa Manikyang terletak ± 23 Km dari kearah barat dari pusat kota Tabanan, yang meiliki luas wilayah sekitar 226,75 Ha. Desa Manikyang memiliki batas-batas sebagai berikut:
Desa Manikyang berada dalam lingkup Kecamatan Selemadeg, merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) desa yang ada di wilayah Kecamatan Selemadeg. Desa Manikyang terletak ± 23 Km dari kearah barat dari pusat kota Tabanan, yang meiliki luas wilayah sekitar 226,75 Ha. Desa Manikyang memiliki batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Wanagiri,
Sebelah Timur : Desa Megati,
Sebelah Selatan : Desa Selemadeg,
Sebelah Barat : Desa Pupuansawah
Desa
Manikyang disahkan menjadi Desa Difinitif pada tanggal 12 Pebruari 2007,
Untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, wilayah Desa
Manikyang di bagi menjadi 4 Banjar Dinas yaitu: Banjar Dinas Cepaka,
Banjar Dinas Manikyang, Banjar Dinas Apityeh, Banjar Dinas Guniang.
Jumlah
penduduk Desa Manikyang hingga tahun 2010 adalah 1040 jiwa, terdiri dari
318 kepala keluarga yang tersebar diseluruh banjar dinas yang ada di
desa Manikyang yang meliputi Banjar Dinas Cepaka, Apityeh, dan
Manikyang. Dari 1040 jiwa Penduduk Desa Manikyang, 498 orang Penduduk
Desa Manikyang berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya berjenis
Perempuan 542 orang. Fasilitas yang ada di Desa Manikyang hanya ada 1
(satu) Sekolah Dasar dan 1 (satu) Balai Pengobatan Masyarakat.
Kondisi Geografis
Dari segi
geografis Desa Manikyang merupakan daerah Pertanian sebagai mayoritas.
Daerah ini juga menghasilkan tanaman perkebunan lainnya, seperti coklat
(cacao), cengkeh, kopi dan kelapa dengan adanya Subak Abian sebagai
wadahnya. Saat ini di masyarakat juga terbentuk kelompok tani ikan dan
kelompok ternak yang semuanya tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) Desa Manikyang. Desa Manikyang berada pada ketinggian ± 400
meter dari permukaan air laut udara berkisar antara 25°C s.d 30°C dengan
curah hujan rata-rata 3000mm/tahun.
Potensi Lahan Desa Manikyang
Desa Manikyang yang mempunyai luas 226,75 Ha dengan penggunaan sebagai berikut (sesuai keadaan tahun 2009).
Tanah Sawah : Sawah Irigasi Teknis luas 270 Ha, Sawah Irigasi luas 46 Ha.
Tanah Kering :
Tanah/Ladang luas 70 Ha, Permukiman luas 23 Ha, Tanah Perkebunan luas
180,3 Ha, Tanah Peternakan luas 0 Ha, Tanah Perikanan luas 0,1 Ha, Tanah
Hutan luas 50 Ha, Tanah Fasilitas Umum Luas 0,5 Ha, Tanah Kas Desa luas
0 Ha, Lapangan Olah Raga luas 0,15, Perkantoran pemerintahan luas 0,06
Ha.
Kondisi Demografi
Dari segi
kepenndudukan, jenis pekerjaan masyarakat masih di dominasi oleh petani
dan buruh. Saat ini di br Dinas Cepaka dan Banjar Dinas Manikyang
terdapat pengrajin Pande Besi, yang biasa membuat alat-alat rumah tangga
dan pertanian dari besi dan logam misalnya seperti : pisau, sabit,
parang dan lain-lainya. Dan selebihnya bekerja sebagaii buruh tani.
Religi, Budaya Dan Kesenian
Jika ditinjau
dari segi keyakinan yang dianut oleh Penduduk Desa Manikyang, diperoleh
data, bahwa seluruh masyarakatnya beragama Hindu dan tidak ada agama
lain yang dianut selain Agama Hindu. Desa Manikyang yang berada dalam
satu wilayah Desa Adat Pakraman yaitu Desa Adat Manikyang yang
belandaskan kepada Tri Hita Karana yaitu: Parhyangan (Tempat Suci),
Pawongan (Manusia), dan Pelemahan (Lingkungan), dalam konsep Bhuana
Agung. Sedangkan dalam konsep Bhuana Alit yaitu jiwa (atma) Angga
(fisik), dan Khaya (tenaga) yang berlaku pula dalam kehidupan lain. Yang
berstatus sebagai Warga Desa Pakraman Manikyang adalah penduduk yang
beragama Hindu dan berada atau berdomisili di wilayah Desa Adat Pakraman
Manikyang.
Desa Manikyang Juga Memiliki Sejarah Singkat
Menurut
penuturan tokoh masyarakat Desa Manikyang yang bernama I Wayan Catra
yang beralamat di Br. Dinas Cepaka yang dulu pernah menjabat sebagai
Bendesa Adat Manikyang bahwa konon dahulu kala masih Pemerintahan jaman
Kerajaan, ada 2 (dua) Kerajaan yang berkuasa di wilayah Kecamatan
Selemadeg yaitu Kerajaan Wanagiri dan Kerajaan Bajera. Kedua Kerajaan
tersebut saling bermusuhan dan sepakat Kerajaan Bajera akan menyerang
kerajaan Wanagiri. Baru sampai di wilayah Desa Pupuansawah pasukan/bala
tentara Kerajaan Bajera di hadang oleh pasukan Kerajaan Wanagiri yang
waktu itu di perkuat oleh pasukan Sarwa Gumatap Gumitip yang bisa
menyengat (Ngacel) dan pada saat itu pasukan Kerajaan Bajera
mundur/kalah. Kurang lebih jam 12.00 siang pasukan Kerajaan Bajera yang
tersisa di siapkan untuk makan siang, namun nasib sial terus mengikuti,
karena tidak ada piring terpaksa seorang penyeroan di suruh mencari
daun pisang sebagai alas nasi.
Di wilayah
itu hanya ada seorang Dukuh sakti yang ada di Wilayah Pura Luhur
Aseman. Disanalah penyeroan itu minta daun pisang, namun dia tidak
membawa perabot untuk memetik daun pisang. Dikasi lah sebuah temutik
(sejenis pisau) oleh Dukuh Sakti dengan satu syarat temutik tidak boleh
di selipkan di pinggang (di selet). Setelah berhasil memetik beberapa
helai daun pisang mendadak turun hujan yang lebat. Karena cepat-cepat
mengambil daun pisang, temutik itu pun di selipkan di pinggangnya oleh
penyeroan itu. Betapa terkejutnya penyeroan itu Karena temutik
pemberian Ki Dukuh sakti itu langsung lenyap hanya tinggal warangkahnya
saja.
Lama kelamaan penyeroan itu hamil dan lahir seorang anak laki-laki yang di beri nama “DEWA EKA” (karena lahir merupakan putra pertama yang tidak meiliki ayah). Tidak jauh dari Aseman tempat Ki Dukuh Sakti tersebut kurang lebih 1 (satu) Km ke selatan ada pohon beringan yang sangat besar. Setiap rahinan pohon tersebut mengeluarkan sinar sehingga Nampak jelas dari kejauhan. Ada seorang gadis yang tinggal disana yang bernama Luh Manik yang kemudian di jodohkan Dewa Eka dengan Luh Manik. Mereka berdua (Dewa Eka dan Luh Manik) langsung bertempat tinggal di wilayah pohon beringin tersebut.
Lama kelamaan penyeroan itu hamil dan lahir seorang anak laki-laki yang di beri nama “DEWA EKA” (karena lahir merupakan putra pertama yang tidak meiliki ayah). Tidak jauh dari Aseman tempat Ki Dukuh Sakti tersebut kurang lebih 1 (satu) Km ke selatan ada pohon beringan yang sangat besar. Setiap rahinan pohon tersebut mengeluarkan sinar sehingga Nampak jelas dari kejauhan. Ada seorang gadis yang tinggal disana yang bernama Luh Manik yang kemudian di jodohkan Dewa Eka dengan Luh Manik. Mereka berdua (Dewa Eka dan Luh Manik) langsung bertempat tinggal di wilayah pohon beringin tersebut.
Tidak Lama
Kemudian pohon beringin itu mati tampa sebab. Dewa Eka percaya bahwa
pohon beringin itu adalah Ke-Hyangan kemudian di bangunlah pelinggih
yang kemudian menjadi sungsungan rakyat disana. Dan saat itu pula
wilayah tersebut untuk pertama kalinya disebut Desa Manikyang. Pelinggih
tersebut menjadi sungsungan warga Desa Adat Manikyang sampai saat ini.
Pelinggih itu ada di Wilayah Pura Puseh Desa Adat manikyang.
Jadi kata
Manikyang mempunyai makna “Dewi Cantik yang bersinar”, yang melambangkan
simbul seorang perempuan yang elok paras ayu sebagai cerminan dalam
kehidupan berumah tangga agar mampu memberikan sinar Suci bagi semua
Masyarakat Desa Manikyang berada dalam satu wadah Desa Adat yatu Desa
Adat Pakraman Manikyang, dan wilayah Dinas administrasi Desa Manikyang.
Di Desa
Manikyang terdapat satu Pura Umum yaitu Pura Luhur Aseman yang
terletak di Banjar Adat Aseman, Br. Dinas Cepaka. Pura ini merupakan
pura penyungsungan subak. Lokasi Pura Luhur Aseman diperkirakan berada
dalam ketinggian kurang lebih 400 meter di atas permuaan laut. Iklim di
lokasi Pura Luhur Aseman adalah sedang dalam arti sejuk, segar, dan
tidak terlelu dingin maupun panas. Pura ini dapat dicapai melalui tiga
jalur darat yaitu: Jalan Jurusan Bajera – Pupuansawah, Jalan Jurusan
Selemadeg – Manikyang, Jalan Jurusan Megati – Cepaka.
Jarak tempuh
dari kota Kecamatan Selemadeg kurang lebih 8 km, dan dari kota kabupaten
Tabanan kurang lebih 25 km. Sedangkan jarak dari kota Propinsi Denpasar
kurang lebih 46 km. Pura Luhur Aseman Mempunyai penataran kurang lebih 8
are, dengan alas kekerannya lebih kurang 1 Ha mengelilingi Pura Luhur
Aseman. Tanah pelaba milik Pura Luhur Aseman antara lain 2,5 Ha tanah
tegalan, dan 2,5 Ha tanah basah/sawah. Jumlah keseluruhannya lebih
kurang 5 Ha pelaba Pura, dan hingga kini belum bersertifikat.
Menurut
penuturan I Ketut Salit dan I Wayan Wira selaku Pemangku Pura Luhur
Aseman saat ini, sejarah Pura Luhur Aseman tidak banyak diketahui secara
pasti kapan Pura tersebut didirikan dan siapa cikal bakalnya atau
pendirinya, tidak banyak informasi tertulis ditemukan penulis sehingga
keberadaannya tidak ada yang mengetahui secara pasti. Dari sumber-sumber
lisan yang berkembang selama ini menyatakan bahwa Pura Luhur Aseman
didirikan sebagai stana pemujaan pada Ida Betara Wisnu ( Ida Betara Sang
Hyang Ari ).
Asal-usul Pura Luhur Aseman terdapat 2 (dua) versi cerita yaitu:
Pertama,
menyatakan bahwa pada jaman dahulu kala di lokasi Pura ini ditemukan
sebuah pohon jeruk yang buahnya asam (semaga asam), dan pada saat itu
yang menemukan pohon tersebut melihat dua ekor burung belibis, sejenis
bebek terbang menjatuhkan batu-batuan pada lokasi pura tersebut. Setelah
dilihat ternyata di tempat jatuhnya batu-batuan itu terdapat sebuah
bebaturan atau pelinggih dari tumpukan batu.
Kedua, ada
cerita yang menyatakan bahwa pada jaman leburnya Pulau Nusa Penida, ada
dua orang anak melarikan diri dan kesasar sampai di lokasi Pura dan
tidur-tiduran (istirahat) di bawah pohon asam. Dalam tidurnya tersebut
dia mendapat pewisik agar dibangun pura di tempat tersebut, dan mereka
oleh Raja yang menang perang diberi kekuasaan di Desa Jelijih (Geria
Jelijih) di sebelah barat Megati. Dari peninggalan sejarah yang
ditemukan di lapangan seperti pecahan-pecahan piring kuno dan palung
batu yang terdapat di bagian nista mandala pura, bangunan pelinggih –
pelinggih dari Pura tersebut menyatakan bahwa Pura Luhur Aseman telah
berdiri ratusan tahun yang silam.
Pura Luhur
Aseman dari aslinya telah mengalami pemugaran pada tahun 1954, diganti
dengan pelinggih gegedongan dan padma dengan Pelangkiran sebanyak
sembilan buah dalam satu bangunan Bale yang besar dan merupakan
pelinggih utama (pokok). Di bawah ini foto dari Padma tersebut. Dari
kesembilan pelangkiran tersebut adalah pemujaan kepada gunung dan danau
yang ada di Bali sebagai sumber yang memberikan kemakmuran jagat di
Bali.
Jenis dan
Bentuk Bangunan atau Palinggih yang Ada di Pura Luhur Aseman. Secara
umum setiap bangunan pura memiliki tiga mandala atau halaman yaitu:
Utama mandala atau Jeroan, Madya mandala atau Jaba tengah, Nista mandala
atau Jaba Sisi.
Demikian pula
halnya Pura Luhur Aseman dari sisi penataran mandala atau penatarannya
telah mengikuti sistem penataran pura pada jaman Empu Kuturan. Dimana
denah pokoknya terbagi menjadi Tri Mandala yaitu: Jeroan (Utama
Mandala), Jaba Tengah (Madya Mandala), dan Jaba Sisi (Nista Mandala).
Jeroan (Utama
Mandala) : Halaman Jeroan merupakan halaman yang utama dan paling
disucikan dan disakralkan oleh pengempon atau penyungsung Pura. Jajaran
Palinggih-palinggih di Pura Luhur Aseman meliputi:
Padma
(Palinggih Pokok) : Dengan teras yang panjang dengan sembilan buah
puncaknya berupa pelangkiran dibuat dari batu padas (Paras Awon) dan
punak yang di tengah (Utama) tempat pemujuaan Sang Hyang Ari (Wisnu
dengan Saktinya), sedangkan yang terdapat di kiri dan dikanannya
sebanyak delapan pelangkiran sebagai tempat pemujaan kapada
Gunung-gunung yang dimuliakan di Bali seperti: Gunung Agung, Gunung
Batur, Batukaru, Dasar Buana, Puseh, Desa dan yang terakhir dua
pelangkiran yang ada ditepi sebelah kiri dan kanannya dan lebih rendah
untuk pemujaan Sinoman dan Penyarikan Mundak sari: Yaitu pemujaan kepada
Ratu Mas Agung Sakti., Gedong Sari: Yaitu pemujaan kepada kepada Ratu
Manik Galih, Gedong Mabanjah, yaitu pemujaan Ratu Mas Pita, Padma Capah,
yaitu penujaan ratu Nyoman Agung, Gedong Mabanjah, yaitu pemujaan
kepada Dewa Ayu Mas Malelepe, Padma Agung, yaitu pemujaan kepada Sang
Hyang Widhi wasa dalam wujud tunggal, Bale Semanggen, yaitu bale
Pesandekan Dewata, Bale Pesantian dan Pesandekan, yaitu sebagai tempat
melakukan Gita Santhi dan sebagai tempat Pesandekan bagi para pemedek
yang akan ngaturang sembah bakti, Baturan Pujut Aji; yaitu prakangge
pecalang Ida Bathara, Bale Pemayasan (Piasan) yaitu pesambyan Ida
Bathara.
Dengan
demikian bangunan-bangunan yang tercakup atau yang berada di halaman
Jeroan (Utama Mandala) ada sebanyak dua belas buah bangunan.
Jaba Tengah
(Madya Mandala) : Pada halaman Jaba Tengah sebagai madia mandala tidak
banyak penulis dapatkan jenis-jenis bangunannya. Pada halaman ini hanya
terdapat satu buah bangunan berupa padma capah. Bangunan ini berfungsi
sebagai pemujaan prakangge atau pecalang Ida Bathara dan juga sebagai
pengapit lawang. Bangunan lainnya di halaman ini berupa bangunab Bale
Gong atau pesandekan bagi para pemedek yang akan ngaturang bakti dan
satu buah bangunan lumbung yang kini keberadaannya dalam keadaan sanga
memperhatinakan atau perlu perehaban.
Jaba Sisi
(Kanista Mandala) : Pada halaman ini atau jaba sisi yang jga disebut
kanista mandala penulis hanya menjumpai tiga buah bangunan antara lain:
Palinggih Padma Capah, yaitu tempat pemujaan permohonan turunnya hujan.
Tempat ini juga disebut “Kedaton” dengan peninggalan purbakala berupa
“Palungan Batu” dengan ukuran lebih kurang 40X80cm, yang terletak di
bawah pohon yang besar dalam hutan kecil dan dua buah patung undakan Si
Gembrong berbentuk macan.
Pada sisi
kiri di Jaba pura terdapat satu gugus pura yang merupakan pindahan dari
gugus pura yang terletak di hulu Pura Luhur Aseman kurang lebih 100
meter di utara pura. Gugs pura ini di empon oleh satu kelompok keluarga
dari Gria Jelijih desa Megati. Adapun palinggih yang ada pada pra ini
meliputi : Padmasari yaitu pemujaan Putran Ida Bathara di Pura Puncak
Sari, Bebauran tempat pemujaan Ratu Nyoman Sakti, Gedong susn yaitu
pemujaan Ida Bathara di Puncak Sari, Cecandian atau Padma yaitu pemujaan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Bale Pemayasan.
Disamping pura tersebut di atas, di luar areal pura lebih kurag 250 meter sebeleh barat daya pura di tepi sungai Yeh Sideh terdapat Pura Beji yaitu tempat Pesiraman Ida Bathara dengan satu buah bangunan palinggih Padma dan disebelah tenggara pura di luar areal pura terdapat sebuah bangunan palinggih berupa pemujaan. Bamngunan lainnya yang pernah ada di luar areal pura adalah sebah wantilan tempat pamedek masandekan atau istirahat sebelum atau sesudah ngaturang bakti. Namun bangunan tersebut kini tidak ada lagi karena sudah lapuk dan belum dibangun kembali.
Disamping pura tersebut di atas, di luar areal pura lebih kurag 250 meter sebeleh barat daya pura di tepi sungai Yeh Sideh terdapat Pura Beji yaitu tempat Pesiraman Ida Bathara dengan satu buah bangunan palinggih Padma dan disebelah tenggara pura di luar areal pura terdapat sebuah bangunan palinggih berupa pemujaan. Bamngunan lainnya yang pernah ada di luar areal pura adalah sebah wantilan tempat pamedek masandekan atau istirahat sebelum atau sesudah ngaturang bakti. Namun bangunan tersebut kini tidak ada lagi karena sudah lapuk dan belum dibangun kembali.
Fungsi dan Status Pura Luhur Aseman
Bertolak dari
pengempon pura yang sebagian besar Kerama Subak yang berada di sekitar
pura sampat dengan Subak Aseman yang wilayahnya cukup luas, dari
pegunungan sampai pantai yang berada di wilayah kecamatan Selemadeg dan
Selemadeg Timur, dapat dinyatakan status pura ini merupakan Kahyangan
Jagat (umum) yang berfungsi untuk memohon kemakmuran dan keselamatan di
pesawahan dan tegalan. Oleh anggota subak pura ini dimanfaatkan sebagai
tempat pengrestiti kerahayuan subak di pesawahan dan tegalan.
Lebih-lebih dari fungsi Sang Hyang Ari atau nama lain dari Dewa Wisnu
dan saktinya Dewi Sri yang di stanakan (dipuja) dipuja di pura tersebut
sehingga dapat dikatakan Pura Luhur Aseman adalah pura yang bersifat
umum (jagat) dan berfungsi sebagai Pura Subak.
Sebagai
Kahyangan jagat disebutkan dalam sebuah dokumen (catatan) tertanggal 24
oktober 1960 yang menyatakan Pura Luhur Aseman sebagai penyungsungan
subak yang tergolong “Pura Sad Kahyangan”. Dokumen tersebut merupakan
dari kesepakan beberapa pejabat instansi terkait pada waktu itu antara
lain: Kepala Dinas Agama Tingkat I Bali, DPR.GR Pusat, Kabag Penerangan
Kantor agama Dati I Bali, Kepala Dinas Dati II Tabanan dan Penggawa
Distrik Selemadeg.
Pada Tanggal 1
Juli 2001 Ketut Wiana sebagai Ketua III PHDI Pusat, memeberi dukungan
keberadaan Pura Luhur Aseman sebagai Kahyangan Jagat penyungsungan
subak. Tatanan upacara yang bersifat khusus dalam kaitannya denga
pertanian (persubakan) tidak nampak dengan jelas . Seperti Upacara
Mendak Toya (Mapag Toya), Mulang Pekelem, Nangluk Merana tidak ada
secara mengkhusus diadakan di pura ini. Sehingga fungsi Pura Luhur
Aseman bagi kerama subak adalah tempat pengrestiti kerahayuan di subak
tegalan dan tanah basah.
Tata Upacara Keagamaan
Jenis upaara
yang dilaksanakan di Pura Luhur Aseman meliputi upacara rutin (Nitya
Krrma) dan upacara yang sewaktu-waktu (Naimitika Karma). Upacara yang
rutin yaitu: Rerahinan, Purnama, Tilam, Pujawali (piodalan) dan upacara
melis. Upacara pujawali di Pura Luhur Aseman jatuh pada setiap hari
“Rabu, Umanis, Wara Julungwangi” (enam bulan) sekali. Sedangkan upacara
yang bersifat insidental (sewaktu-waktu) diadakan apabila di sawah
terdapat serangan merana, atau penghasilan sedikit dan mengalami
kekeringan yang panjang. Upacara ini diadakan atas kesepakatan paruman
kerama subak atau permntaan para Bendesa Adat Pengempon pura. Upacara
yang diadakan adalah pengerastiti atau permohonan agar diberkan
keselamatan atau kerahayuan di subak-subak penyungsung dan tegalan serta
keselamatan Desa Pekraman Penyungsungnya. Upacara khusus nangluk
merana, mapag toya, nurunan hujan, mapakelem tidak diadakan secara
mengkhusus.
Pemangku Pura
Upacara
keagamaan yang berlangsung di Pura Luhur Aseman di dukung oleh
perangkat-perangkat pelaksanan upacara yang meliputi antara lain:
Pemanggku Pura ada dua orang yaitu I Made Wira dan I Ketut Salit dengan
setatusnya sama.
Pemangku Pura
Kedaton I Made Sutama, Pemangku Pura Beji I Made Riweg, Pemangku Pura
Beten Bunut I Nyoman Mayor Guna, Mangku Pura Jaba Tandeg, Juru Sunggi
ada dua orang, setatusnya sama.
Serati banten
yang bersifat khusus untuk pura luhur aseman, Prajuru.prajuru banjar
tempekan dan Desa Adat pengempon, Panitya-panitya pangenter upacara dan
pembangunan pura, Krama adat penyungsung pura.
Adapun cara
pengangkatan pemangku yang dilakukan di Pura Luhur Aseman adalah dengan
sistem keturunan. hal ini dilakukan tidak banyak mengalami hambatan oleh
karena keturunan dari pemangku sebelumnya telah menyadari dirinya pada
waktunya nanti patut melanjutkan pengabdian leluhurnya untuk ngayah di
pura sebagai pemangku.
Hubungan Atau Keterkaitan Dengan Pura Lainnya
Berdasarkan
penelitian di lapangan Pura Luhur Aseman tidak mempunyai keterkaitan
secara langsung sebagai pesanakan, jajar kemiri atau lawa-lawa dari
suatu kahyangan jagat lainnya. Pura Luhur Aseman sebagai kahyangan
jagat penyungsungan subak atau tempat pangerestiti subak, merupakan
sentrum pemujaan para subak yang dibawahinya dan berkaitan dengan
pengambilan air atau sungai yang mengairi subak tersebut. Sehingga
subak-subak yang ada di wilayah Selemadeg dan Selemadeg Timur, terutama
Subak Aseman yang luas wilayahnya ratusan hektar mempunyai tanggung
jawab moral spiritual terhadap keberadaan Puar Luhur Aseman baik dalam
bidang aci, pemeliharaan, maupun rehabilitasi bangunan pura disamping
desa adat atau banjar adat pengempon pura bersangkutan.
Dalam
hubungan dengan pesimpangan atau penghayatan Pura Luhur Aseman dapat
ditemukan antara lain di Pura Dalem Kebon Tingguh (Tabanan) terdapat
satu buah palinggih pesimpangan Pura Luhur Aseman, demikian pula di Desa
Getakan (Klungkung) juga terdapat pesimpangan dari Pura Luhur Aseman.
Keberadaan pesimpangan ini dimungkinkan karena berkenaan dengan unsur
Puri Tabanan dan Jero Subamia sebagai panganceng Pura Luhur Aseman dan
juga sebagai Penganceng Pura Dalem Kebon Tingguh (Tabanan). Demikian
pula dengan pesimpangan di Desa Getakan Klungkung atau sebaliknya
berasal dari Banjar atau Desa Pengempon Pura Luhur Aseman yang pindah ke
Klungkung sehingga membangun pesimpangan di tempat tersebut.
Keterangan
Adapun dari keterangan denah Pura Luhur Aseman adalah sebagai berikut :
Adapun dari keterangan denah Pura Luhur Aseman adalah sebagai berikut :
Utama Mandala ; Padma
Capah, Gedong Mabanjah, Gedong Mebanjah, Gedong Sari, Padmasana, Mundak
Sari, Padma mekereb dengan 9 ruangan atau pelangkirannya sebagai
palinggih pokok, Gedong Mebanjah, Bale Semanggen, Baturan Pujut Aya
(Prekangge), Pemayasan/Piyasan, Bale Pesantian/Pesandekan
Madya Mandala ; Candi Bentar, Apit Lawang, Bale Gong / Pesandekan, Lumbung
Nista Mandala ; Kedaton,
Palungan Batu, Pura Jaba Tandeg, Gedong Susun,Gedong Susun, Padma
Agung, Padma Alit, Piyasan, Padma, Candi Bentar, Apit Surang, Beji,
Padma Capah (Beten Bunut).
Bangunan Padma Mekereb dengan sembilan ruangan atau pelangkiran yang merupakan pelinggih pokok.
Bangunan di
atas merupakan bangunan pelinggih pokok dari Pura Luhur Aseman yang
dulunya merupakan tumpukan batu-batuan, namun kini sudah berubah bentuk
dan di tempel dengan batu paras, dengan teras yang panjang dan berada
dalam satu bangunan bale. Bangunan ini mempunyai rong atau ruangan
berjumlah 9 (sembilan) buah dan puncak yang ditengah paling tinggi
sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Ari (Wisnu dengan Saktinya).
Sedangkan yang terdapat di kiri dan kanannya sebanyak 8 (delapan)
ruangan adalah sebagai tempat pemujaan kepda gunung-gunung yang di
muliakan di Bali seperti: Gunung Agung, Gunung Batur, Gunung Batu Karu,
Dasar Buana, Puseh, Desa dan terakhir 2 (dua) ruangan yang ada di tepi
sebelah kiri dan kananya yang lebih rendah berfungsi sebagai pemujaan
kepada Sinoman dan Penyarikan.
Bangunan Padma Capah dan Palungan
Bangunan ini
adalah berupa padma capah yaitu tempat pemujaan permohonan turunnya
hujan, tempat ini juga disebut “Kedaton” dan dua buah patung undakan Si
Germong yang berbentuk macan. Peninggalan perba kala yang berupa
“Palungan Batu” yang selalu berisi air dengan ukuran ± 80 Cm x 40 Cm,
terletak dibawah pohon kayu besar dalam hutan yang kecil. Palungan batu
ini sangat disakeralkan oleh pengempon pura sebagai tempat memohon
hujan.
Pengempon Pura Luhur Aseman
Pengempon
Pura Luhur Aseman terdiri dari dua Desa Adat Pekraman dengan tujuh
banjar adatnya yaitu: Desa Adat Pekraman Manikyang, yang meliputi lima
Banjar Adat terdiri dari:
Banjar Adat Aseman, Banjar Adat Cepaka, Banjar Adat Apityeh, Banjar Adat Manikyang, Banjar Adat Guniang.
Banjar Adat Aseman, Banjar Adat Cepaka, Banjar Adat Apityeh, Banjar Adat Manikyang, Banjar Adat Guniang.
Desa Adat Pekraman Pupuan Sawah Yang meliputi : Banjar Adat Pupuan Sawah, Banjar Adat Laleng.
Jumlah
anggota keseluruhan dari kedua desa adat pakraman yang terdiri dari
tujuh banjar adat tersebut ada sekitar 290 kepala keluarga. Penyungsung
lainnya ialah kerama Subak, yang terdiri dari: Subak Pejaung, Subak
Soko Aseman, Subak Guniang, Subak Blongyang, Subak Cepaka, Subak Bukuh,
Subak Andel Dewa, Subak Aseman (Subak Gede) dengan Dua Puluh Enam
Pekasehnya, Subak Pupuan Luah.
Sedangkan
para Pemedek (bhakta) yang ngaturang bakti pada saat puja wali
(piodalan) antara lain : Kerambitan, Batungsel, Dalang, Jelijih, Megati,
Kerta, Gunungsalak, Bantas, Dukuhpulu, Serampingan, Sesandan.
Sebagai penganceng Pura Luhur Aseman adalah Puri Agung Tabanan dengan Jero Subamya sebagai tangan kanannya.
Dari segi
kesenian tepatnya di Br. Dinas Cepaka terdapat sekaa kesenian Joged
Bungbung. Sekaa ini berdiri tahun 2006. Awal munculnya sekaa ini di
awali karena adanya kesukaan (sekaa demen) yang menyalurkan apresiasi
seninya seni tabuh jogged bumbung. Sekaa Joged Bumbung ini bernama Sekaa
Joged Sekar Arum.
Potesi Wisata
Secara khusus
Desa Manikyang tidak memiliki tempat wisata. Namun, sebenarnya ada
keyakinan dari sebagian masyarakat bahwa, Pura Luhur Aseman yang
terletak di Desa Manikyang sebenarnya dapat dijaikan tempat wisata
interaktif. Mengingat Pura Luhur Aseman mempunyai ciri khas tersendiri
sebagai penyungsungan subak basah dan subak kering/subak abian.
Sehingga pantas rasanya jikalau daerah ini di kemudian hari dapat di
kembangkan menjadi salah satu objek wisata interaktif karena memiliki
pelaba pura yang sangat luas.
Mulai tahun
2005 Status Pura Luhur Asemn telah berubah statusnya menjadi Pura
Khayangan Jagat Luhur Aseman dan telah mendapat persetujuan dari
Pemerintah Kabupaten Tabanan dan tinggal menunggu surat Keputusan dari
Pemerintah Propinsi Bali.
Data Petugas Medik
Ni Made Bukti Ari Sandi; Bidan, praktek Senin-Sabtu, Jam 08.00-15.00 Br. Dinas Manikyang, Desa Manikyang 081338655115
Data Kontak
Person lainnya : I Wayan Mudiana Ketua Sekaa Joged Sekar Arum Br. Dinas
Cepaka, Desa Manikyang, Kec. Selemadeg, Kab. Tabanan 087761844200
Kantor Desa Manikyang beralamat di Jalan Pura Luhur Aseman. Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan Bali
YouTube 2.5m YouTube videos, 0.5m views - Videoodl.cc
BalasHapusYouTube 2.5m YouTube videos, 0.5m views · download youtube to mp3 Facebook · Reddit · Twitter · LinkedIn. YouTube channel on YouTube:. YouTube is the #1 social network for
Harrah's Resort SoCal: Casino & Hotel - JTM Hub
BalasHapusHarrah's 포천 출장마사지 Resort SoCal is pleased to announce 거제 출장안마 that Harrah's Resort SoCal 나주 출장샵 has officially become 정읍 출장샵 Harrah's Resort 포항 출장마사지 SoCal.