DESA MANIKYANG

Profil Desa Manikyang
Pemerintahan.
Desa Manikyang berada dalam lingkup Kecamatan Selemadeg, merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) desa yang ada di wilayah Kecamatan Selemadeg. Desa Manikyang terletak ± 23 Km dari kearah barat dari pusat kota Tabanan, yang meiliki luas wilayah sekitar 226,75 Ha.  Desa Manikyang memiliki batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Wanagiri,
Sebelah Timur : Desa Megati,
Sebelah Selatan : Desa Selemadeg,
Sebelah Barat : Desa Pupuansawah
Desa Manikyang disahkan menjadi Desa Difinitif pada tanggal 12 Pebruari 2007, Untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, wilayah Desa Manikyang di bagi menjadi 4 Banjar Dinas yaitu: Banjar Dinas Cepaka, Banjar Dinas Manikyang, Banjar Dinas Apityeh, Banjar Dinas Guniang.
Jumlah penduduk Desa Manikyang hingga tahun 2010 adalah 1040 jiwa, terdiri dari 318 kepala keluarga  yang tersebar diseluruh banjar dinas yang ada di desa Manikyang yang meliputi Banjar Dinas Cepaka, Apityeh, dan Manikyang. Dari 1040  jiwa  Penduduk Desa Manikyang, 498 orang Penduduk Desa Manikyang berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya berjenis Perempuan 542 orang. Fasilitas yang ada di Desa Manikyang  hanya ada 1 (satu) Sekolah Dasar dan 1 (satu) Balai Pengobatan Masyarakat.

Kondisi Geografis
Dari segi geografis Desa Manikyang merupakan daerah Pertanian sebagai mayoritas. Daerah ini juga menghasilkan tanaman perkebunan lainnya, seperti coklat (cacao), cengkeh, kopi dan kelapa dengan adanya Subak Abian sebagai wadahnya. Saat ini di masyarakat juga terbentuk kelompok tani ikan dan kelompok ternak yang semuanya tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manikyang. Desa Manikyang berada pada ketinggian ± 400 meter dari permukaan air laut udara berkisar antara 25°C s.d 30°C dengan curah hujan rata-rata 3000mm/tahun.
Potensi Lahan Desa Manikyang
Desa Manikyang yang mempunyai luas 226,75 Ha dengan penggunaan sebagai berikut (sesuai keadaan tahun 2009).
Tanah Sawah : Sawah Irigasi Teknis luas 270 Ha, Sawah Irigasi luas 46 Ha.
Tanah Kering : Tanah/Ladang luas 70 Ha, Permukiman luas 23 Ha, Tanah Perkebunan luas 180,3 Ha, Tanah Peternakan luas 0 Ha, Tanah Perikanan luas 0,1 Ha, Tanah Hutan luas 50 Ha, Tanah Fasilitas Umum Luas 0,5 Ha, Tanah Kas Desa luas 0 Ha, Lapangan Olah Raga luas 0,15, Perkantoran pemerintahan luas 0,06 Ha.
Kondisi Demografi
Dari segi kepenndudukan, jenis pekerjaan masyarakat masih di dominasi oleh petani dan buruh. Saat ini di br Dinas Cepaka dan Banjar Dinas Manikyang terdapat pengrajin Pande Besi, yang biasa membuat alat-alat rumah tangga dan pertanian dari besi dan logam misalnya seperti : pisau, sabit, parang dan lain-lainya. Dan selebihnya bekerja sebagaii buruh tani.

Religi, Budaya Dan Kesenian
Jika ditinjau dari segi keyakinan yang dianut oleh Penduduk Desa Manikyang, diperoleh data, bahwa seluruh masyarakatnya beragama Hindu dan tidak ada agama lain yang dianut selain Agama Hindu. Desa Manikyang yang berada dalam satu wilayah Desa Adat Pakraman yaitu Desa Adat Manikyang yang belandaskan kepada Tri Hita Karana  yaitu: Parhyangan (Tempat Suci), Pawongan (Manusia), dan Pelemahan (Lingkungan), dalam konsep Bhuana Agung. Sedangkan dalam konsep Bhuana Alit yaitu jiwa (atma) Angga  (fisik), dan Khaya (tenaga) yang berlaku pula dalam kehidupan lain. Yang berstatus sebagai Warga Desa Pakraman Manikyang adalah penduduk yang beragama Hindu dan berada atau berdomisili di wilayah Desa Adat Pakraman Manikyang.
Desa Manikyang Juga Memiliki Sejarah Singkat
Menurut penuturan tokoh masyarakat Desa Manikyang yang bernama I Wayan Catra yang beralamat di Br. Dinas Cepaka yang dulu pernah menjabat sebagai Bendesa Adat Manikyang bahwa konon dahulu kala masih Pemerintahan jaman Kerajaan, ada 2 (dua) Kerajaan yang berkuasa di wilayah Kecamatan Selemadeg yaitu Kerajaan Wanagiri dan Kerajaan Bajera. Kedua Kerajaan tersebut saling bermusuhan dan sepakat Kerajaan Bajera akan menyerang kerajaan Wanagiri. Baru sampai di wilayah Desa Pupuansawah  pasukan/bala tentara Kerajaan Bajera di hadang oleh pasukan Kerajaan Wanagiri yang waktu itu di perkuat oleh pasukan Sarwa Gumatap Gumitip yang bisa menyengat (Ngacel) dan pada saat itu pasukan Kerajaan Bajera mundur/kalah. Kurang lebih jam 12.00 siang pasukan Kerajaan Bajera yang tersisa di siapkan untuk makan siang, namun nasib sial terus mengikuti, karena tidak ada piring  terpaksa seorang penyeroan di suruh  mencari daun pisang  sebagai alas nasi.
Di wilayah itu hanya ada seorang Dukuh sakti  yang ada di Wilayah Pura Luhur Aseman. Disanalah penyeroan itu minta daun pisang, namun dia tidak membawa perabot untuk memetik daun pisang. Dikasi lah sebuah temutik (sejenis pisau) oleh Dukuh Sakti dengan satu syarat temutik tidak boleh di selipkan di pinggang (di selet). Setelah berhasil memetik beberapa helai daun pisang mendadak turun hujan yang lebat. Karena cepat-cepat mengambil daun pisang, temutik itu pun di selipkan di pinggangnya oleh penyeroan itu. Betapa terkejutnya penyeroan itu  Karena temutik pemberian Ki Dukuh sakti itu langsung lenyap hanya tinggal warangkahnya saja.
Lama kelamaan penyeroan itu hamil dan lahir seorang anak laki-laki yang di beri nama “DEWA EKA” (karena lahir merupakan putra pertama  yang tidak meiliki ayah). Tidak jauh dari Aseman tempat Ki Dukuh Sakti tersebut kurang lebih 1 (satu) Km ke selatan ada pohon beringan yang sangat besar. Setiap rahinan pohon tersebut mengeluarkan sinar sehingga Nampak jelas dari kejauhan. Ada seorang gadis yang tinggal disana yang bernama Luh Manik yang kemudian di jodohkan Dewa Eka dengan Luh Manik. Mereka berdua (Dewa Eka dan Luh Manik) langsung bertempat tinggal di wilayah pohon beringin tersebut.
Tidak Lama Kemudian pohon beringin itu mati tampa sebab. Dewa Eka percaya bahwa pohon beringin itu adalah Ke-Hyangan kemudian di bangunlah pelinggih yang kemudian menjadi sungsungan rakyat disana. Dan saat itu pula wilayah tersebut untuk pertama kalinya disebut Desa Manikyang. Pelinggih tersebut menjadi sungsungan warga Desa Adat Manikyang sampai saat ini. Pelinggih itu ada di Wilayah Pura Puseh Desa Adat manikyang.
Jadi kata Manikyang mempunyai makna “Dewi Cantik yang bersinar”, yang melambangkan simbul seorang perempuan yang elok paras ayu sebagai cerminan dalam kehidupan berumah tangga agar mampu memberikan sinar Suci bagi semua Masyarakat Desa Manikyang berada dalam satu wadah Desa Adat yatu Desa Adat Pakraman Manikyang, dan wilayah Dinas administrasi Desa Manikyang.
Di Desa Manikyang terdapat  satu Pura Umum yaitu Pura  Luhur Aseman yang terletak di Banjar Adat Aseman, Br. Dinas Cepaka. Pura ini merupakan pura penyungsungan subak. Lokasi Pura Luhur Aseman diperkirakan berada dalam ketinggian kurang lebih 400 meter di atas permuaan laut. Iklim di lokasi Pura Luhur Aseman adalah sedang dalam arti sejuk, segar, dan tidak terlelu dingin maupun panas. Pura ini dapat dicapai melalui tiga jalur darat yaitu: Jalan Jurusan Bajera – Pupuansawah, Jalan Jurusan Selemadeg – Manikyang, Jalan Jurusan Megati – Cepaka.
Jarak tempuh dari kota Kecamatan Selemadeg kurang lebih 8 km, dan dari kota kabupaten Tabanan kurang lebih 25 km. Sedangkan jarak dari kota Propinsi Denpasar kurang lebih 46 km. Pura Luhur Aseman Mempunyai penataran kurang lebih 8 are, dengan alas kekerannya lebih kurang 1 Ha mengelilingi Pura Luhur Aseman. Tanah pelaba milik Pura Luhur Aseman antara lain 2,5 Ha tanah tegalan, dan 2,5 Ha tanah basah/sawah. Jumlah keseluruhannya lebih kurang 5 Ha pelaba Pura, dan hingga kini belum bersertifikat.
Menurut penuturan I Ketut Salit dan I Wayan Wira selaku Pemangku Pura Luhur Aseman saat ini, sejarah Pura Luhur Aseman tidak banyak diketahui secara pasti kapan Pura tersebut didirikan dan siapa cikal bakalnya atau pendirinya, tidak banyak informasi tertulis ditemukan penulis sehingga keberadaannya tidak ada yang mengetahui secara pasti. Dari sumber-sumber lisan yang berkembang selama ini menyatakan bahwa Pura Luhur Aseman didirikan sebagai stana pemujaan pada Ida Betara Wisnu ( Ida Betara Sang Hyang Ari ).
Asal-usul Pura Luhur Aseman terdapat 2 (dua) versi cerita yaitu:
Pertama, menyatakan bahwa pada jaman dahulu kala  di lokasi Pura ini ditemukan sebuah pohon jeruk yang buahnya asam (semaga asam), dan pada saat itu yang menemukan pohon tersebut melihat dua ekor burung belibis, sejenis bebek terbang menjatuhkan batu-batuan pada lokasi pura tersebut. Setelah dilihat ternyata di tempat jatuhnya batu-batuan itu terdapat sebuah bebaturan atau pelinggih dari tumpukan batu.
Kedua, ada cerita yang menyatakan bahwa pada jaman leburnya Pulau Nusa Penida, ada dua orang anak melarikan diri dan kesasar sampai di lokasi Pura dan tidur-tiduran (istirahat) di bawah pohon asam. Dalam tidurnya tersebut dia mendapat pewisik agar dibangun pura di tempat tersebut, dan mereka oleh Raja yang menang perang diberi kekuasaan di Desa Jelijih (Geria Jelijih) di sebelah barat Megati. Dari peninggalan sejarah yang ditemukan di lapangan seperti pecahan-pecahan piring kuno dan palung batu yang terdapat di bagian nista mandala pura, bangunan pelinggih – pelinggih dari Pura tersebut menyatakan bahwa Pura Luhur Aseman telah berdiri ratusan tahun yang silam.
Pura Luhur Aseman dari aslinya telah mengalami pemugaran pada tahun 1954, diganti dengan pelinggih gegedongan dan padma dengan Pelangkiran sebanyak sembilan buah dalam satu bangunan Bale yang besar dan merupakan pelinggih utama (pokok). Di bawah ini foto dari Padma tersebut. Dari kesembilan pelangkiran tersebut adalah pemujaan kepada gunung dan danau yang ada di Bali sebagai sumber yang memberikan kemakmuran jagat di Bali.
Jenis dan Bentuk Bangunan atau Palinggih yang Ada di Pura Luhur Aseman. Secara umum setiap bangunan pura memiliki tiga mandala atau halaman yaitu: Utama mandala atau Jeroan, Madya mandala atau Jaba tengah, Nista mandala atau Jaba Sisi.
Demikian pula halnya Pura Luhur Aseman dari sisi penataran mandala atau penatarannya telah mengikuti sistem penataran pura pada jaman Empu Kuturan. Dimana denah pokoknya terbagi menjadi Tri Mandala yaitu: Jeroan (Utama Mandala), Jaba Tengah (Madya Mandala), dan Jaba Sisi (Nista Mandala).
Jeroan (Utama Mandala) : Halaman Jeroan merupakan halaman yang utama dan paling disucikan dan disakralkan oleh pengempon atau penyungsung Pura. Jajaran Palinggih-palinggih di Pura Luhur Aseman meliputi:
Padma (Palinggih Pokok) : Dengan teras yang panjang dengan sembilan buah puncaknya berupa pelangkiran dibuat dari batu padas (Paras Awon) dan punak yang di tengah (Utama) tempat pemujuaan Sang Hyang Ari (Wisnu dengan Saktinya), sedangkan yang terdapat di kiri dan dikanannya sebanyak delapan pelangkiran sebagai tempat pemujaan kapada Gunung-gunung yang dimuliakan di Bali seperti: Gunung Agung, Gunung Batur, Batukaru, Dasar Buana, Puseh, Desa dan yang terakhir dua pelangkiran yang ada ditepi sebelah kiri dan kanannya dan lebih rendah untuk pemujaan Sinoman dan Penyarikan Mundak sari: Yaitu pemujaan kepada Ratu Mas Agung Sakti., Gedong Sari: Yaitu pemujaan kepada kepada Ratu Manik Galih, Gedong Mabanjah, yaitu pemujaan Ratu Mas Pita, Padma Capah, yaitu penujaan ratu Nyoman Agung, Gedong Mabanjah, yaitu pemujaan kepada Dewa Ayu Mas Malelepe, Padma Agung, yaitu pemujaan kepada Sang Hyang Widhi wasa dalam wujud tunggal, Bale Semanggen, yaitu bale Pesandekan Dewata, Bale Pesantian dan Pesandekan, yaitu sebagai tempat melakukan Gita Santhi dan sebagai tempat Pesandekan bagi para pemedek yang akan ngaturang sembah bakti, Baturan Pujut Aji; yaitu prakangge pecalang Ida Bathara, Bale Pemayasan (Piasan) yaitu pesambyan Ida Bathara.
Dengan demikian bangunan-bangunan yang tercakup atau yang berada di halaman Jeroan (Utama Mandala) ada sebanyak dua belas buah bangunan.
Jaba Tengah (Madya Mandala) : Pada halaman Jaba Tengah sebagai madia mandala tidak banyak penulis dapatkan jenis-jenis bangunannya. Pada halaman ini hanya terdapat satu buah bangunan berupa padma capah. Bangunan ini berfungsi sebagai pemujaan prakangge atau pecalang Ida Bathara dan juga sebagai pengapit lawang. Bangunan lainnya di halaman ini berupa bangunab Bale Gong atau pesandekan bagi para pemedek yang akan ngaturang bakti dan satu buah bangunan lumbung yang kini keberadaannya dalam keadaan sanga memperhatinakan atau perlu perehaban.
Jaba Sisi (Kanista Mandala) : Pada halaman ini atau jaba sisi yang jga disebut kanista mandala penulis hanya menjumpai tiga buah bangunan antara lain: Palinggih Padma Capah, yaitu tempat pemujaan permohonan turunnya hujan. Tempat ini juga disebut “Kedaton” dengan peninggalan purbakala berupa “Palungan Batu” dengan ukuran lebih kurang 40X80cm, yang terletak di bawah pohon yang besar dalam hutan kecil dan dua buah patung undakan Si Gembrong berbentuk macan.
Pada sisi kiri di Jaba pura terdapat satu gugus pura yang merupakan pindahan dari gugus pura yang terletak di hulu Pura Luhur Aseman  kurang lebih 100 meter di utara pura. Gugs pura ini di empon oleh satu kelompok keluarga dari Gria Jelijih desa Megati. Adapun palinggih yang ada pada pra ini meliputi : Padmasari yaitu pemujaan Putran Ida Bathara di Pura Puncak Sari, Bebauran tempat pemujaan Ratu Nyoman Sakti, Gedong susn yaitu pemujaan Ida Bathara di Puncak Sari, Cecandian atau Padma yaitu pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Bale Pemayasan.
Disamping pura tersebut di atas, di luar areal pura lebih kurag 250 meter sebeleh barat daya pura di tepi sungai Yeh Sideh terdapat Pura Beji yaitu tempat Pesiraman Ida Bathara dengan satu buah bangunan palinggih Padma dan disebelah tenggara pura di luar areal pura terdapat sebuah bangunan palinggih berupa pemujaan. Bamngunan lainnya yang pernah ada di luar areal pura adalah sebah wantilan tempat pamedek masandekan atau istirahat sebelum atau sesudah ngaturang bakti. Namun bangunan tersebut kini tidak ada lagi karena sudah lapuk dan belum dibangun kembali.
Fungsi dan Status Pura Luhur Aseman
Bertolak dari pengempon pura yang sebagian besar Kerama Subak yang berada di sekitar pura sampat dengan Subak Aseman yang wilayahnya cukup luas, dari pegunungan sampai pantai yang berada di wilayah kecamatan Selemadeg dan Selemadeg Timur, dapat dinyatakan status pura ini merupakan Kahyangan Jagat (umum) yang berfungsi untuk memohon kemakmuran dan keselamatan di pesawahan dan tegalan. Oleh anggota subak pura ini dimanfaatkan sebagai tempat pengrestiti kerahayuan subak di pesawahan dan tegalan. Lebih-lebih dari fungsi Sang Hyang Ari atau nama lain dari Dewa Wisnu dan saktinya Dewi Sri yang di stanakan (dipuja) dipuja di pura tersebut  sehingga dapat dikatakan Pura Luhur Aseman adalah pura yang bersifat umum (jagat) dan berfungsi sebagai Pura Subak.
Sebagai Kahyangan jagat disebutkan dalam sebuah dokumen (catatan) tertanggal 24 oktober 1960 yang menyatakan Pura Luhur Aseman sebagai penyungsungan subak yang tergolong “Pura Sad Kahyangan”. Dokumen tersebut merupakan dari kesepakan beberapa pejabat instansi terkait pada waktu itu antara lain: Kepala Dinas Agama Tingkat I Bali, DPR.GR Pusat, Kabag Penerangan Kantor agama Dati I Bali, Kepala Dinas Dati II Tabanan dan Penggawa Distrik Selemadeg.
Pada Tanggal 1 Juli 2001 Ketut Wiana sebagai Ketua III PHDI Pusat, memeberi dukungan keberadaan Pura Luhur Aseman sebagai Kahyangan Jagat penyungsungan subak. Tatanan upacara yang bersifat khusus dalam kaitannya denga pertanian (persubakan) tidak nampak dengan jelas . Seperti Upacara Mendak Toya (Mapag Toya), Mulang Pekelem, Nangluk Merana tidak ada secara mengkhusus diadakan di pura ini. Sehingga fungsi Pura Luhur Aseman bagi kerama subak adalah tempat pengrestiti kerahayuan di subak tegalan dan tanah basah.
Tata Upacara Keagamaan
Jenis upaara yang dilaksanakan di Pura Luhur Aseman meliputi upacara rutin (Nitya Krrma) dan upacara yang sewaktu-waktu (Naimitika Karma). Upacara yang rutin yaitu: Rerahinan, Purnama, Tilam, Pujawali (piodalan) dan upacara melis. Upacara pujawali di Pura Luhur Aseman jatuh pada setiap hari “Rabu, Umanis, Wara Julungwangi” (enam bulan) sekali. Sedangkan upacara yang bersifat insidental (sewaktu-waktu) diadakan apabila di sawah terdapat serangan merana, atau penghasilan sedikit dan mengalami kekeringan yang panjang. Upacara ini diadakan atas kesepakatan paruman kerama subak atau permntaan para Bendesa Adat Pengempon pura. Upacara yang diadakan adalah pengerastiti atau permohonan agar diberkan keselamatan atau kerahayuan di subak-subak penyungsung dan tegalan serta keselamatan Desa Pekraman Penyungsungnya. Upacara khusus nangluk merana, mapag toya, nurunan hujan, mapakelem tidak diadakan secara mengkhusus.
Pemangku Pura
Upacara keagamaan yang berlangsung di Pura Luhur Aseman di dukung oleh perangkat-perangkat pelaksanan upacara yang meliputi antara lain: Pemanggku Pura ada dua orang yaitu I Made Wira dan I Ketut Salit dengan setatusnya sama.
Pemangku Pura Kedaton I Made Sutama, Pemangku Pura Beji I Made Riweg, Pemangku Pura Beten Bunut I Nyoman Mayor Guna, Mangku Pura Jaba Tandeg, Juru Sunggi ada dua orang, setatusnya sama.
Serati banten yang bersifat khusus untuk pura luhur aseman, Prajuru.prajuru banjar tempekan dan Desa Adat pengempon, Panitya-panitya pangenter upacara dan pembangunan pura, Krama adat penyungsung pura.
Adapun cara pengangkatan pemangku yang dilakukan di Pura Luhur Aseman adalah dengan sistem keturunan. hal ini dilakukan tidak banyak mengalami hambatan oleh karena keturunan dari pemangku sebelumnya telah menyadari dirinya pada waktunya nanti patut melanjutkan pengabdian leluhurnya untuk ngayah di pura sebagai pemangku.
Hubungan Atau Keterkaitan Dengan Pura Lainnya
Berdasarkan penelitian di lapangan Pura Luhur Aseman tidak mempunyai keterkaitan secara langsung sebagai pesanakan, jajar kemiri atau lawa-lawa dari suatu kahyangan jagat lainnya. Pura Luhur Aseman  sebagai kahyangan jagat penyungsungan subak atau tempat pangerestiti subak, merupakan sentrum pemujaan para subak yang dibawahinya dan berkaitan dengan pengambilan air atau sungai yang mengairi subak tersebut. Sehingga subak-subak yang ada di wilayah Selemadeg dan Selemadeg Timur, terutama Subak Aseman yang luas wilayahnya ratusan hektar mempunyai tanggung jawab moral spiritual terhadap keberadaan Puar Luhur Aseman baik dalam bidang aci, pemeliharaan, maupun rehabilitasi bangunan pura disamping desa adat atau banjar adat pengempon pura bersangkutan.
Dalam hubungan dengan pesimpangan atau penghayatan Pura Luhur Aseman dapat ditemukan antara lain di Pura Dalem Kebon Tingguh (Tabanan) terdapat satu buah palinggih pesimpangan Pura Luhur Aseman, demikian pula di Desa Getakan (Klungkung) juga terdapat pesimpangan dari Pura Luhur Aseman. Keberadaan pesimpangan ini dimungkinkan karena berkenaan dengan unsur Puri Tabanan dan Jero Subamia sebagai panganceng Pura Luhur Aseman dan juga sebagai Penganceng Pura Dalem Kebon Tingguh (Tabanan). Demikian pula dengan pesimpangan di Desa Getakan Klungkung atau sebaliknya berasal dari Banjar atau Desa Pengempon Pura Luhur Aseman yang pindah ke Klungkung sehingga membangun pesimpangan di tempat tersebut.
Keterangan
Adapun dari keterangan denah Pura Luhur Aseman adalah sebagai berikut :
Utama Mandala ; Padma Capah, Gedong Mabanjah, Gedong Mebanjah, Gedong Sari, Padmasana, Mundak Sari, Padma mekereb dengan 9 ruangan atau pelangkirannya sebagai palinggih pokok, Gedong Mebanjah, Bale Semanggen, Baturan Pujut Aya (Prekangge), Pemayasan/Piyasan, Bale Pesantian/Pesandekan
Madya Mandala ; Candi Bentar,  Apit Lawang,  Bale Gong / Pesandekan,  Lumbung
Nista Mandala ; Kedaton, Palungan Batu, Pura Jaba Tandeg, Gedong Susun,Gedong Susun, Padma Agung, Padma Alit, Piyasan, Padma, Candi Bentar, Apit Surang, Beji, Padma Capah (Beten Bunut).
Bangunan Padma Mekereb  dengan sembilan ruangan atau pelangkiran yang merupakan pelinggih pokok.
Bangunan di atas merupakan bangunan pelinggih pokok dari Pura Luhur Aseman yang dulunya merupakan tumpukan batu-batuan, namun kini sudah berubah bentuk dan di tempel dengan batu paras, dengan teras yang panjang dan berada dalam satu bangunan bale. Bangunan ini mempunyai rong atau ruangan berjumlah 9 (sembilan) buah dan puncak yang ditengah paling tinggi sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Ari (Wisnu dengan Saktinya). Sedangkan yang terdapat di kiri dan kanannya sebanyak 8 (delapan) ruangan adalah sebagai tempat pemujaan kepda gunung-gunung yang di muliakan di Bali seperti: Gunung Agung, Gunung Batur, Gunung Batu Karu, Dasar Buana, Puseh, Desa dan terakhir 2 (dua) ruangan yang ada di tepi sebelah kiri dan kananya yang lebih rendah berfungsi sebagai pemujaan kepada Sinoman dan Penyarikan.

Bangunan Padma Capah dan Palungan
Bangunan ini adalah berupa padma capah yaitu tempat pemujaan permohonan turunnya hujan, tempat ini juga disebut “Kedaton” dan dua buah patung undakan Si Germong yang berbentuk macan. Peninggalan perba kala yang berupa “Palungan Batu” yang selalu berisi air dengan ukuran ± 80 Cm x 40 Cm, terletak dibawah pohon kayu besar dalam hutan yang kecil. Palungan batu ini sangat disakeralkan oleh pengempon pura sebagai tempat memohon hujan.
Pengempon Pura Luhur Aseman
Pengempon Pura Luhur Aseman terdiri dari dua Desa Adat Pekraman dengan tujuh banjar adatnya yaitu: Desa Adat Pekraman Manikyang, yang meliputi lima Banjar Adat terdiri dari:
Banjar Adat Aseman, Banjar Adat Cepaka, Banjar Adat Apityeh, Banjar Adat Manikyang, Banjar Adat Guniang.
Desa Adat Pekraman Pupuan Sawah Yang meliputi : Banjar Adat Pupuan Sawah, Banjar Adat Laleng.
Jumlah anggota keseluruhan dari kedua desa adat pakraman yang terdiri dari tujuh banjar adat tersebut ada sekitar 290 kepala keluarga. Penyungsung  lainnya ialah kerama Subak, yang terdiri dari: Subak Pejaung, Subak Soko Aseman, Subak Guniang, Subak Blongyang, Subak Cepaka, Subak Bukuh, Subak Andel Dewa, Subak Aseman (Subak Gede) dengan Dua Puluh Enam Pekasehnya, Subak Pupuan Luah.
Sedangkan para Pemedek (bhakta) yang ngaturang bakti pada saat puja wali (piodalan) antara lain : Kerambitan, Batungsel, Dalang, Jelijih, Megati, Kerta, Gunungsalak, Bantas, Dukuhpulu, Serampingan, Sesandan.
Sebagai penganceng Pura Luhur Aseman adalah Puri Agung Tabanan dengan Jero Subamya sebagai tangan kanannya.
Dari segi kesenian tepatnya di Br. Dinas Cepaka terdapat sekaa kesenian Joged Bungbung. Sekaa ini berdiri tahun 2006. Awal munculnya sekaa ini di awali karena adanya kesukaan (sekaa demen) yang menyalurkan apresiasi seninya seni tabuh jogged bumbung. Sekaa Joged Bumbung ini bernama Sekaa Joged Sekar Arum.

Potesi Wisata
Secara khusus Desa Manikyang tidak memiliki tempat wisata. Namun, sebenarnya ada keyakinan dari sebagian masyarakat bahwa, Pura Luhur Aseman yang terletak di Desa Manikyang sebenarnya dapat dijaikan tempat wisata interaktif. Mengingat Pura Luhur Aseman mempunyai ciri khas tersendiri sebagai penyungsungan subak basah dan subak kering/subak abian.  Sehingga pantas rasanya jikalau daerah ini di kemudian hari dapat di kembangkan menjadi salah satu objek wisata interaktif karena memiliki pelaba pura yang sangat luas.
Mulai tahun 2005 Status Pura Luhur Asemn telah berubah statusnya menjadi Pura Khayangan Jagat Luhur Aseman dan telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Kabupaten Tabanan dan tinggal menunggu surat Keputusan dari Pemerintah Propinsi Bali.
Data Petugas Medik
Ni Made Bukti Ari Sandi; Bidan, praktek Senin-Sabtu, Jam 08.00-15.00 Br. Dinas Manikyang, Desa Manikyang 081338655115
Data Kontak Person lainnya : I Wayan Mudiana Ketua Sekaa Joged Sekar Arum Br. Dinas Cepaka, Desa Manikyang, Kec. Selemadeg, Kab. Tabanan 087761844200
Kantor Desa Manikyang beralamat di Jalan Pura Luhur Aseman. Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan Bali

Komentar

  1. YouTube 2.5m YouTube videos, 0.5m views - Videoodl.cc
    YouTube 2.5m YouTube videos, 0.5m views · download youtube to mp3 Facebook · Reddit · Twitter · LinkedIn. YouTube channel on YouTube:. YouTube is the #1 social network for

    BalasHapus
  2. Harrah's Resort SoCal: Casino & Hotel - JTM Hub
    Harrah's 포천 출장마사지 Resort SoCal is pleased to announce 거제 출장안마 that Harrah's Resort SoCal 나주 출장샵 has officially become 정읍 출장샵 Harrah's Resort 포항 출장마사지 SoCal.

    BalasHapus

Posting Komentar